Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan
pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang
menyangkut kepercayaan kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar
merupakan masalah sosial dan pada saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap
masyarakat manusia. Karena itu segera lahir pertanyaan tentang bagaimana
seharusnya dari sudut pandang sosiologis.
Dalam pandangan sosiologi, perhatian
utama terhadap agama adalah pada fungsinya terhadap masyarakat. Istilah fungsi
seperti kita ketahui, menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama, atau
lembaga sosial yang lain, untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat sebagai
usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian
kita adalah peranan yang telah ada dan yang masih dimainkan.Emile Durkheim
sebagai sosiolog besar telah memberikan gambaran tentang fungsi agama dalam
masyarakat. Dia berkesimpulan bahwa sarana-sarana keagamaan adalah
lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan
berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan
fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban
social.
Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia
yang paling sublime; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan
masyarakat dan perdamaian batin individu; sebagai sesuatu yang memuliakan dan
yang membuat manusia beradab. Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut
hal yang mengandung arti penting tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan
manusia, yang dalam transendensinya, mencakup sesuatu yang mempunyai arti
penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin
untuk terus bertahan.